Ini kali pertamanya aku naik bus dari Hatyai menuju Kuala Lumpur. Di dalam bus aku duduk di bangku yang untuk sendiri, di depanku ada seorang laki-laki Eropa yang sudah sangat tua tetapi dari gaya pakaiannya, tampak ia sering melakukan perjalanan. Di belakangku duduklah perempuan Cina yang tentu saja kulitnya sangat terang. Setelah bus berjalan, aku mengamati ada seorang perempuan yang duduk di sampingku. Aku melirik ke arahnya, ia memberi kode untuk memundurkan bangkuku jika aku ingin, karena ia tidak duduk di belakangku. Jadi aku bis adengan bebas memundurkan sandaran kursiku. Baik juga batinku, seraya menganggukkan kepala tanda terima kasihku. Tidak lama setelah kumumdurkan sandaran kursiku, ia bertanya apakah aku orang Thai. Aku jawab bukan, wajahnya agak kecewa. Mungkin ia ingin belajar bahasa Thai dan ingin berbicara dengan bahasa Thai dengan orang Thai. Sayang sekali aku hanya paham sebagian kecil dari bahasa Thai. Kemudian wajahnya mendongak ke arahku, memastikan bahwa aku bukan orang Thai. Aku spontan mengatakan aku orang Indonesia. Barulah dia tidak penasaran lagi sambil mengatakan bahwa orang Asia memang kadang mirip walaupun beda negara. Aku berpikir bahwa ia melakukan perjalanan dengan teman wanitanya, tetapi ternyata wanita yang tadi duduk di sampingnya bukanlah temannya, bahkan mereka tidak saling mengenal. Di dalam perjalanan kami banyak sekali berbicara, dan pengakuannya aku tahu dia adalah orang yang sebetulnya sangat tertutup, banyak hal yang ia skip, tetapi beberapa kali ia menanyaiku perihal agama, status dan lain-lain yang sifatnya pribadi. Dan setiap kali ia bertanya aku selalu mencoba mengembalikan pertanyaan setelah aku menjawab pertanyaannya. Ia tampak pekerja keras, ia menghabiskan masa mudanya untuk bekerja dan berlibur ke benua Eropa, Afrika, dan Asia, ddan satu lagi ia bangga dengan statusnya yang masih single dan ingin selalu single. Dia pun senang mendengar aku belum menikah. Dia tidak menyukai pernikahan sepertinya, tetapi dia pernah punya pacar. Aku tertarik dengan ceritanya, sampai pada akhirnya ia tidak mau menggunakan social media karena pacarnya masih sering mencarinya. Tetapi saying, cerita itu tak terungkap, aku tahu ia tidak ingin membicarakan banyak hal dengan orang yang baru saja dikenalnya dalam perjalanan. Ia orang yang baik dan perhatian, sangat peduli denganku yang jelas-jelas seperti anak kemarin sore dalam hal perjalanan. Ya mungkin karena itulah, ia peduli kepadaku. Ia memastikan aku selesai mendapat cap di imigrasi, memastikan barang-barangku sudah lengkap, dan menungguku di pintu keluar ketika barangku diperiksa. Ke mana pun bus berhenti dan kami turun, dia tidak pernah meningglkanku terlebih dahulu, bahakan ketika ke toilet, dia menungguku di depan toilet dan memberitahuku bahwa bus kami pindah parkir. Di dalam perjalanan seolah di adalah kakak atau orang yang bertanggungjawab atasku. Aku sama sekali tidak merasa sendirian, bahkan ketika aku bangun tidur di bus, dia sudah langsung mengajakku bicara. Apakah ia tidak tidur dan terus memperhatikanku, batinku.

Di tengah perjalanan, bus berhenti lagi selama 20 menit, jika penumpang ingin membeli makan atau pergi ke toilet. Ia bertanya padaku, apakah aku ingin ke toilet atau membeli makanan kecil, ia menawarkan diri untuk menemani. Aku katakana aku tidak ingin ke toilet dan makananku masih ada belum kusentuh lagi. Tetapi jika ia akan turun aku akan menemaninya, aku ganti menawarkan diri, ia bilang padaku tidak usah lalu kami kembali mengobrol. Ia bertanya aku sudah ke mana saja, aku katakana aku anak rumahan kalau dibandingkan dengan dirinya.  Dia mengatakan bahwa aku masih muda, tidak apa-apa jika belum ke mana-mana, tetapi harus mulai merancang untuk sebuah kepergian. Aku tertarik dengan nasihatnya, dia mengatakan bahwa segala sesuatu harus kau siapkan sendiri, karena kita sejatinya hidup sendiri. Tida perlu menyimpang uang, gunakan uangmu untuk melakukan perjalanan, berbagilah dengan orang-orang yang kau temui dalam perjalanan, entah uangmu, waktumu, dan apa saja yang bisa kau bagi. Dia juga mengatakan bahwa, tidak pernah menabung dalam jangka waktu lama, setelah uangnya terkumpul untuk sebuah perjalanan, dia akan menghabiskannya tanpa sisa katanya. Ia mengatakan bahwa uang tidak akan dibawa mati, asal jangan berhutang, lakukanlah perjalanan, itulah caramu bersyukur pada Tuhanmu, kenali sekitarmu, kenali peradaban, kenali duniamu. Nasihatnya tidak semua bisa masuk dalam akalku, tetapi setidaknya ia memberikan gambaran lain tentang tujuan hidup. Ia menceritakan bahwa akan bisa mati dengan tenang jika sudah melakukan banyak perjalanan. Tentu saja dalam pikiranku dia telah menyisihkan uang kematian, jika sewaktu-waktu ia mati ia bilang tidak akan merepotkan keluarganya sama sekali. Ia sudah mengurus semuanya. Yang harus ia lakukan adalah bekerja (aku tidak tahu apa pekerjaannya) dan menghabiskan uangnya untuk perjalanan ke luar negeri, yang ia yakini sebagai ibadah kepada Tuhannya, caranya berbagi adalah dengan melakukan perjalanan dan bersedekah dengan orang-orang yang jauh darinya.

Sesampainya di Terminal Bersepadu Selatan, aku masih tertidur, ia membangunkanku dan menyuruhku naik kereta yang langsung menuju bandara. Aku katakana terima kasih, dan akan mencari loket kereta api nanti. Dia bilang padaku bahwa sekarang juga dia yang akan mengantarku ke pintu menuju loket kereta api. Akhirnya aku menurut, meskipun dia belum bisa dikatakan orang tua, tetapi tidak ada salahnya aku patuh padanya. Kami berpisah di depan pintu, aku katakan, barangkali kita tidak akan bertemu lagi, kecuali Tuhan memang ingin kita bertemu lagi, tetapi aku senang bertemu dan berbicara sepanjang perjalanan dengannya. Ia hanya tersenyum dan mengangguk. Aku melambaikan tangan dan menjauhi pintu. Dia berdiri di dekat pintu sambal melambaikan tangan. Aku mengingat-ingat wajahnya, dia belum bisa dikatakan tua, tetapi tubuhnya tidak bisa dikatakan muda. Matang barangkali. Wajahnya terlihat percaya diri tetapi sekaligus mandiri dan teduh.

Komentar

Postingan Populer