Berkesadaran

Suatu pagi yang cerah aku memutuskan untuk pergi dengannya. kami telah sepakat akan ke sebuah kota tua, di dekat keramaian kota di daerah Thailand selatan. Sesampainya di area kota tua, aku meminta untuk beristirahat sejenak karena aku kepayahan mengikuti langkahnya yang begitu cepat. Ia mengiyakan. Kami mencari kafe yang sangat sederhana, khas bangunan lama, penjualnya seorang bapak-bapak yang tampak sudah banyak makan garam. Aku yakin kafe ini bukanlah satu-satunya mata pencahariannya, ia terlihat tua dan sangat pekerja keras, aku yakin anak-anaknya sudah mapan semua, dan ia kesepian lalu ia membuka kafe ini. Entah kenapa aku yakin sekali, ia amat kaya. Aku memesan milk greem tea dingin, rasanya enak sekali, sangat lembut dan gurih. Seusai menyeruput, aku melihat temanku malah asyik dengan bukunya. Kopi panas yang ia pesan di siang bolong ini pasti sudah menjadi hangat sebelum sempat ia minum.
Aku memberanikan diri untuk bertanya kepadanya, apa yang membembuatnya bahagia.
"Tidak mendengar keluhanmu."
Sepertinya ia tahu aku akan mengeluh. Lalu aku memang mengeluh. "Maaf aku akan membuatmu tidak bahagia kali ini," kataku perlahan
"Kalau penting, aku akan mendengarkanmu."
"Pernah tidak kamu merasakan marah tetapi tidak bisa marah pada orang yang membuatmu marah, tetapi dengan  mudah memaki orang lain yang kebetulan hadir ketika kau sedang marah?"
"Kenapa kau sangat egois?" tanyanya padaku.
"Aku tidak tahu. Aku juga bingung, aku tidak mengenal diriku rasanya.Aku merasa tidak sadar ketika aku memarahi orang lain yang begitu baik. Lalu setelah beberapa jam atau hari aku baru menyadarinya."
"Kamu harusnya lebih peka dan mulailah untuk belajar berkesadaran."

Komentar

Postingan Populer